Setahun
yang lalu,
“TOK!!TOK!!” Suara ketukan itu
membuatku terperanjat dari kursi kerjaku. Sepertinya baru 5 menit yang lalu aku
menutup mata. Aku tertegun sejenak…
“TOK!!TOK!!” Ketukan itu terdengar
lagi. Aku menghela napas panjang lalu menutup mata lagi.
Tapi ketukan itu tak juga menyerah.
“Kiera!”
Mataku terbuka. Dia menyebut namaku,
dan rasanya suara itu familiar buatku.
“Kiera, buka pintunya dong! Ini mama
sayang!”
Mama?? Mendadak aku terperanjat dan
bengong untuk beberapa saat.
“Kiera! Kamu ada di dalam kan
sayang?”
Tanpa sempat merapikan apapun akhirnya
aku membuka pintu itu. Seorang wanita di pertengahan umur 40-an ini adalah
mamaku. Entah sudah berapa lama aku tidak bertemu dengannya, mungkin sekitar satu
tahunan.
Dia mengecup pipiku lalu masuk ke
dalam sambil membawa beberapa bungkusan yang dari baunya seperti...ya, makanan
kesukaanku.
“Jadi disini kamu tinggal, kecil
sekali ki-el…ya ampun…kamar gadis kok seperti ini sih…” Mama mulai mengoceh tak
berhenti selama kira-kira 30 menit. Setelah itu, dia mulai menyiapkan hidangan
kesukaanku, sate jamur. Aku ingat dulu dia sering membuatkanku masakan itu,
karena cepat tapi bergizi kilahnya. Tapi aku sangat menyukainya, sampai bisa
menghabiskan 20 tusuk dalam waktu 10 menit… mmm, sudah lama sekali dia tak
membuatkanku sate jamur. Sepertinya hampir…dua tahun. Sejak aku memutuskan
untuk tinggal sendiri.
“Baru kali ini mama menjengukmu
kesini ya?” Dia tersenyum ke arahku sambil sibuk membuka bungkusan sate dan
menyimpannya ke piring makan satu-satunya yang kupunya.
“Papa nggak ikut?” Tanyaku sambil
mencuci wajahku di wastafel.
“Kamu tahulah, hari Jum’at begini
dia dimana…” Jawabnya sambil mencari-cari sesuatu.
“Piringnya Cuma itu” Kugapai handuk
dan melap mukaku, lalu duduk di kursi pantry kecil dimana dia berada.
“Ya ampun Ki-el…anak mahasiswa yg
kos aja pasti punya piring lebih banyak dari kamu” Dia menatapku tak percaya.
“Lagian…nggak ada yang pernah main
kesini juga…” kusantap sate buatannya. Dia terdiam mendengar jawabanku.
“Ekhm!” sambil berdehem dia duduk di
depanku.
Selama aku makan, dia terus menatapku,
sesekali menyingkirkan poni rambut yang menghalangi mataku.
“Rasanya baru kemarin mama gendong
kamu…” katanya pelan.
“yang suka gendong Ki-el kan bi Nah
ma…” ujarku sekenanya. Kenapa dia jadi mendadak melankolis begini?
“ekhm!” dia kembali berdehem.
“waktu bayi kan mama pernah gendong
kamu juga…jangan sinis gitu ah…” matanya terlihat salah tingkah.
Aku tersenyum sejenak lalu
meneruskan makanku…
“Mmm, gini lho Ki-el…mama kesini
sebenarnya ada yang pengen mama omongin sama kamu…mmm, kamu…sudah punya pacar?”
Tanyanya tiba-tiba yang langsung membuatku tersedak.
“Ya ampun nak, kamu nggak apa-apa??”
Dia menyodorkan segelas air putih sambil menepuk-nepuk punggungku.
Aku terbatuk-batuk sambil memukuli
dadaku, lalu kuminum air darinya.
“Aduuh, kalau minum hati-hati dong…”
Tangannya mengusap-usap punggungku. Perlahan batukku berhenti…seperti biasa,
tak ada basa basinya…
“Mmm, mama sama papa rencananya
pengen ngenalin kamu sama seseorang…” Ucapannya kemudian membuatku langsung
berhenti dan menatapnya dengan bengong.
Mama balik menatapku dengan mimik
menunggu reaksi dariku. Kami jadi saling menatap menunggu reaksi
masing-masing..
“Mama…serius???”
Hari itu terasa seperti seseorang
menarikku keluar dari duniaku lewat pintu ajaib. Aku memberontak, menolak, tapi
tak bisa berbuat apa-apa lagi…
Besoknya
mama langsung membawa…tepatnya menggusurku kembali ke rumah untuk persiapan
pertunangan…tungguuuu!! Sepertinya aku belum bilang iyaaa!! Toloong!!!
“Bi Nahh!!! Bukain dooong! Serius
nihhh…kok dipaksa kayak gini sih??” kuketuk-ketuk pintu dari dalam kamarku yang
dikunci mama.
“Bi Nahhh!! Mamaaaa!!” Seberapa
keraspun aku berteriak sepertinya tidak ada yang mendengarku atau berpura-pura
tidak mendengarku.
“Kak Kenan! Kak Kentaaaa!”
Karena capek berteriak akhirnya
akupun tertidur di kamar yang sudah 2 tahun ini tak kutinggali. Kamar yang luas
bernuansa lembut dan semerbak wangi yang memenuhi kamar membawaku kembali ke
masa kecil yang sepertinya indah, namun penuh dengan kesendirian. Aku adalah
anak bungsu dan satu-satunya perempuan di keluarga ini. Kedua kakak lelakiku
berbeda umur cukup jauh dariku hingga kebersamaan kami juga tidak terlalu
intens. Kak Kenan, dia berusia 15 tahun lebih tua dariku, dan kak Kenta 13
lebih tua dariku. Sejak umur 12 tahun mereka berdua tinggal di luar negeri
untuk bersekolah dan tinggal dengan papa yang bertugas dan seringkali
pindah-pindah Negara. Sedangkan aku lebih sering tinggal bersama mama yang juga
sibuk dan hanya memiliki bi Nah yang mengurusku. Menjadi satu-satunya anak
perempuan tidak menjadikanku dimanja atau dibedakan dari kakak-kakakku Aku
malah lebih sering iri dengan mereka karena bisa bersama sehingga setidaknya
tidak terlalu merasakan kesepian seperti yang kurasakan. Karir mama disini
menghalangi kami semua berkumpul bersama selama kurang lebih 20 tahun. Di
umurku yang 23 ini, semua belum berubah. Walaupun papa mulai menetap di
Indonesia, sibuknya masih saja mengharuskan dia jarang sekali ada di rumah.
Sedangkan mama, dia sibuk dengan hobi barunya sekarang, melukis, membuka galeri
seni atau mengadakan pameran lukisan untuk pelukis-pelukis hebat.
Well, kukira hidupku tidak mengalami
banyak perubahan. Kak kenan dan kak Kenta yang sudah pada menikahpun sibuk
dengan keluarganya masing-masing. Kadang kupikir, kenapa hidupku terasa begitu
kosong? Aku merasa berada di rumah orang asing…karena itu akupun memutuskan
untuk tinggal sendiri…andai bi Nah bisa kubawa sepertinya akan kubawa. Tapi
mama tidak mengijinkanku membawa belahan hatiku itu. Kata mama, bi Nah sudah terlalu tua, kasihan
kalau dia harus ikut bersamaku…
Lalu, apakah dengan tinggal sendiri
aku merasa lebih baik? Mmm, sepertinya tidak banyak perubahan, tapi setidaknya
aku merasa berada di tempatku yang seharusnya. Duniaku. Aku baru merasa nyaman
dan tiba-tiba kenapa terjadi hal seperti ini…????
“Non Ki-el….” Elusan di kepala dan
suara itu membangunkanku…
“Kata nyonya Yasmin, non harus
siap-siap dandan untuk acara nanti malam..” Masih samar-samar, kulihat bi Nah
sedang duduk di dekatku. Dandan…?
Mendadak aku terperanjat.
“Bi Nah tolong Ki-el dong! Mama
serius nih mau jodohin Ki-el ??” Aku memegang tangannya dengan grogi.
“I-iya…mama baru kasih tau non ya…?
Td bi Nah kaget nyonya sampai kunci pintu kamar segala…”Dia balas menguatkan
pegangan tangannya.
“Ya ampun…Ki-el padahal belum bilang
setuju lho bi Nah..”
“Non coba ngobrol sama papa non, den
Kenan ama den Kenta juga lagi ada disini…” sarannya.
Aku tak bisa berharap banyak dari
ketiga orang lelaki itu…tapi aku akan mencoba mengungkapkan perasaanku soal hal
ini.