WELCOME TO MY ORIONKA

I've started to write since I was in Junior high, inspired by mangas...also as an escape from all 'school' and home' stuffs. It's always amazing how you drawn yourself in stories...feels like you live in different kind of world, being someone and somewhere else...

Wednesday, 7 December 2011

JOURNEY - CHAPTER 1

Setahun yang lalu,

            “TOK!!TOK!!” Suara ketukan itu membuatku terperanjat dari kursi kerjaku. Sepertinya baru 5 menit yang lalu aku menutup mata. Aku tertegun sejenak…

            “TOK!!TOK!!” Ketukan itu terdengar lagi. Aku menghela napas panjang lalu menutup mata lagi.
            Tapi ketukan itu tak juga menyerah. 

            “Kiera!”
            Mataku terbuka. Dia menyebut namaku, dan rasanya suara itu familiar buatku.
            “Kiera, buka pintunya dong! Ini mama sayang!”
            Mama?? Mendadak aku terperanjat dan bengong untuk beberapa saat.
            “Kiera! Kamu ada di dalam kan sayang?”

            Tanpa sempat merapikan apapun akhirnya aku membuka pintu itu. Seorang wanita di pertengahan umur 40-an ini adalah mamaku. Entah sudah berapa lama aku tidak bertemu dengannya, mungkin sekitar satu tahunan.
            Dia mengecup pipiku lalu masuk ke dalam sambil membawa beberapa bungkusan yang dari baunya seperti...ya, makanan kesukaanku. 

            “Jadi disini kamu tinggal, kecil sekali ki-el…ya ampun…kamar gadis kok seperti ini sih…” Mama mulai mengoceh tak berhenti selama kira-kira 30 menit. Setelah itu, dia mulai menyiapkan hidangan kesukaanku, sate jamur. Aku ingat dulu dia sering membuatkanku masakan itu, karena cepat tapi bergizi kilahnya. Tapi aku sangat menyukainya, sampai bisa menghabiskan 20 tusuk dalam waktu 10 menit… mmm, sudah lama sekali dia tak membuatkanku sate jamur. Sepertinya hampir…dua tahun. Sejak aku memutuskan untuk tinggal sendiri. 

            “Baru kali ini mama menjengukmu kesini ya?” Dia tersenyum ke arahku sambil sibuk membuka bungkusan sate dan menyimpannya ke piring makan satu-satunya yang kupunya.
            “Papa nggak ikut?” Tanyaku sambil mencuci wajahku di wastafel.
            “Kamu tahulah, hari Jum’at begini dia dimana…” Jawabnya sambil mencari-cari sesuatu.
            “Piringnya Cuma itu” Kugapai handuk dan melap mukaku, lalu duduk di kursi pantry kecil dimana dia berada.
            “Ya ampun Ki-el…anak mahasiswa yg kos aja pasti punya piring lebih banyak dari kamu” Dia menatapku tak percaya.
            “Lagian…nggak ada yang pernah main kesini juga…” kusantap sate buatannya. Dia terdiam mendengar jawabanku.
            “Ekhm!” sambil berdehem dia duduk di depanku.
            Selama aku makan, dia terus menatapku, sesekali menyingkirkan poni rambut yang menghalangi mataku.
            “Rasanya baru kemarin mama gendong kamu…” katanya pelan.
            “yang suka gendong Ki-el kan bi Nah ma…” ujarku sekenanya. Kenapa dia jadi mendadak melankolis begini?
            “ekhm!” dia kembali berdehem.
            “waktu bayi kan mama pernah gendong kamu juga…jangan sinis gitu ah…” matanya terlihat salah tingkah.
            Aku tersenyum sejenak lalu meneruskan makanku…
            “Mmm, gini lho Ki-el…mama kesini sebenarnya ada yang pengen mama omongin sama kamu…mmm, kamu…sudah punya pacar?” Tanyanya tiba-tiba yang langsung membuatku tersedak.
            “Ya ampun nak, kamu nggak apa-apa??” Dia menyodorkan segelas air putih sambil menepuk-nepuk punggungku.
            Aku terbatuk-batuk sambil memukuli dadaku, lalu kuminum air darinya.
            “Aduuh, kalau minum hati-hati dong…” Tangannya mengusap-usap punggungku. Perlahan batukku berhenti…seperti biasa, tak ada basa basinya…
            “Mmm, mama sama papa rencananya pengen ngenalin kamu sama seseorang…” Ucapannya kemudian membuatku langsung berhenti dan menatapnya dengan bengong.
            Mama balik menatapku dengan mimik menunggu reaksi dariku. Kami jadi saling menatap menunggu reaksi masing-masing..

            “Mama…serius???”

            Hari itu terasa seperti seseorang menarikku keluar dari duniaku lewat pintu ajaib. Aku memberontak, menolak, tapi tak bisa berbuat apa-apa lagi…


Besoknya mama langsung membawa…tepatnya menggusurku kembali ke rumah untuk persiapan pertunangan…tungguuuu!! Sepertinya aku belum bilang iyaaa!! Toloong!!! 

            “Bi Nahh!!! Bukain dooong! Serius nihhh…kok dipaksa kayak gini sih??” kuketuk-ketuk pintu dari dalam kamarku yang dikunci mama.

            “Bi Nahhh!! Mamaaaa!!” Seberapa keraspun aku berteriak sepertinya tidak ada yang mendengarku atau berpura-pura tidak mendengarku.

            “Kak Kenan! Kak Kentaaaa!”


            Karena capek berteriak akhirnya akupun tertidur di kamar yang sudah 2 tahun ini tak kutinggali. Kamar yang luas bernuansa lembut dan semerbak wangi yang memenuhi kamar membawaku kembali ke masa kecil yang sepertinya indah, namun penuh dengan kesendirian. Aku adalah anak bungsu dan satu-satunya perempuan di keluarga ini. Kedua kakak lelakiku berbeda umur cukup jauh dariku hingga kebersamaan kami juga tidak terlalu intens. Kak Kenan, dia berusia 15 tahun lebih tua dariku, dan kak Kenta 13 lebih tua dariku. Sejak umur 12 tahun mereka berdua tinggal di luar negeri untuk bersekolah dan tinggal dengan papa yang bertugas dan seringkali pindah-pindah Negara. Sedangkan aku lebih sering tinggal bersama mama yang juga sibuk dan hanya memiliki bi Nah yang mengurusku. Menjadi satu-satunya anak perempuan tidak menjadikanku dimanja atau dibedakan dari kakak-kakakku Aku malah lebih sering iri dengan mereka karena bisa bersama sehingga setidaknya tidak terlalu merasakan kesepian seperti yang kurasakan. Karir mama disini menghalangi kami semua berkumpul bersama selama kurang lebih 20 tahun. Di umurku yang 23 ini, semua belum berubah. Walaupun papa mulai menetap di Indonesia, sibuknya masih saja mengharuskan dia jarang sekali ada di rumah. Sedangkan mama, dia sibuk dengan hobi barunya sekarang, melukis, membuka galeri seni atau mengadakan pameran lukisan untuk pelukis-pelukis hebat. 

            Well, kukira hidupku tidak mengalami banyak perubahan. Kak kenan dan kak Kenta yang sudah pada menikahpun sibuk dengan keluarganya masing-masing. Kadang kupikir, kenapa hidupku terasa begitu kosong? Aku merasa berada di rumah orang asing…karena itu akupun memutuskan untuk tinggal sendiri…andai bi Nah bisa kubawa sepertinya akan kubawa. Tapi mama tidak mengijinkanku membawa belahan hatiku itu.  Kata mama, bi Nah sudah terlalu tua, kasihan kalau dia harus ikut bersamaku…

            Lalu, apakah dengan tinggal sendiri aku merasa lebih baik? Mmm, sepertinya tidak banyak perubahan, tapi setidaknya aku merasa berada di tempatku yang seharusnya. Duniaku. Aku baru merasa nyaman dan tiba-tiba kenapa terjadi hal seperti ini…????

            “Non Ki-el….” Elusan di kepala dan suara itu membangunkanku…
            “Kata nyonya Yasmin, non harus siap-siap dandan untuk acara nanti malam..” Masih samar-samar, kulihat bi Nah sedang duduk di dekatku. Dandan…?

            Mendadak aku terperanjat.
            “Bi Nah tolong Ki-el dong! Mama serius nih mau jodohin Ki-el ??” Aku memegang tangannya dengan grogi.
            “I-iya…mama baru kasih tau non ya…? Td bi Nah kaget nyonya sampai kunci pintu kamar segala…”Dia balas menguatkan pegangan tangannya.
            “Ya ampun…Ki-el padahal belum bilang setuju lho bi Nah..”
            “Non coba ngobrol sama papa non, den Kenan ama den Kenta juga lagi ada disini…” sarannya.

            Aku tak bisa berharap banyak dari ketiga orang lelaki itu…tapi aku akan mencoba mengungkapkan perasaanku soal hal ini.

Wednesday, 23 November 2011

JOURNEY

Aku begitu merindukan masa-masa dimana ide-ide brilian mengalir begitu saja dari kepalaku…tanpa beban, tanpa keharusan…semuanya berjalan begitu alami…ya, semuanya begitu menyenangkan, seperti masuk ke sebuah dunia baru dimana tokoh-tokoh yang kuciptakan hidup . Aku masuk ke dunia itu,  menjadi orang lain dan menjalani hidup yang berbeda…

Entah menulis merupakan sebuah pelarian dari kehidupan yang kadang membosankan atau tidak berjalan sesuai dengan yang kuinginkan, entah merupakan jatuh cinta seperti cinta pertama sehingga aku tidak bisa berhenti…aku memutuskan untuk terus berada di dunia itu, tidak ingin keluar…atau lebih tepatnya terlanjur terjebak disana..hanya diriku dan tokoh-tokohku…

Kesendirian sudah menjadi temanku dari sejak umurku 10 tahun, kedua orangtuaku terlalu sibuk dengan dunianya sehingga aku perlahan menepi dari kehidupan mereka. Dan kini, saat aku beranjak dewasa pun, mereka masih sibuk dengan dunia mereka, aku sudah tidak menepi lagi, tapi benar-benar pergi menciptakan duniaku…

Apartemen studio ini menjadi sarangku. Gelap dan tak terurus… Hanya ada sebuah laptop dengan koneksi internet tercepat yang bisa kudapat, sebuah televisi yang hampir tidak pernah kutonton, kasur 90cmx120cm yang seprai dan bedcovernya hampir tidak perlu kurapikan karena jarang kutiduri, kulkas berisi minuman, lemari dapur penuh mie instan, dan jendela yang hampir tidak pernah kubuka…well, seems a bit creepy tapi semua itu terasa wajar, hingga duniaku mulai diusiknya…tidak sopan…dia tidak pernah membunyikan bel atau salam, dia masuk begitu saja menembus pintu dan mengacaukan dunia kecilku…meminum air mineralku, menghabiskan mie instanku dan hal terburuk yang dia lakukan adalah menyabotase kepalaku hingga dipenuhi segala  ketidaksopanannya…


Semua itu bermula setahun yang lalu, saat sebuah ketukan keras di pintu terdengar…

Thursday, 20 January 2011

A Nurturing Soul in an Empty Glass

That blue,,,
It spreads just like disease, an ally of a shallow mind,,,a defense of a fragile thoughts,,,
Its wave moves ferociously..

I hear that sounds,,,demanding more to come,,,
A ship that awaits for a voyage,,,bidding adieu to all behind,,,

Shall I walk for a distance so nobody could hear,,,how empty a soul of mine,,,
Shall I just die in this blue sea of hope, a deep grieve from a fountain of time,,,

What a calamity! what a foolish,,,
Even those fireflies mock me,,,
Hence I stay hence I die,,,
Will you be there to cry,,,

Slowly the ship has sailed,,,
Slowly I begin to pray,,,
Let the blue take me drifted,,,
A nurturing soul in an empty glass,,,has finally lifted

By.Me  01/20/2011

Saturday, 11 December 2010

Untitled

Kadang kehidupan bisa begitu menyebalkan...kadang ingin teriak sekencang-kencangnya...

Friday, 21 May 2010

Flying Fireflies Part Two - Opening

Dulu aku merasa memiliki sedikit cahaya. Dengan sekuat tenaga aku berusaha membuat cahaya kecil itu tetap menyala agar aku dapat melindunginya. Kini, sepertinya cahaya kecil itu hanya menyisakan kehangatannya saja. Aku berjalan sendiri selama 5 tahun ini tanpanya…dan tanpa kusadari aku kehilangan alasan untuk menyala lagi…

By. Chika

Saturday, 15 May 2010

Final Chapter - When He Starts to Fly

Sometimes you feel life is unworthy

Sometimes it seems blare

Is it worth enough to struggle when every eye uncares?

Will somebody fight when you walk in the hardest path?

Will there be forgiveness when you drawn in the deepest sadness?

Don’t want to be shallow, don’t even want to be hollow

I am what you see now

Fragile and small


Saat umurku menginjak 19 tahun, aku baru mengetahui bagaimana mencintai seseorang. Walaupun aku tak pernah mengungkapkan rasa itu, walaupun dia tidak merasakan hal yang sama, walaupun begitu banyak keanehan dan ketidakwajaran menyertainya...


Aku menemukan cinta itu pada dirinya. Entah kapan semuanya dimulai, yang kutahu, dia sudah terpaku di depan mataku. Aku tak memerlukan yang lainnya, yang kuinginkan, hanya bisa merasakan kehadirannya, keberadaannya di sisiku...

Aku bisa melihat dia seutuhnya. Saat dia menangis atau tertawa. Saat dia merasa lemah atau tegar. Saat dia tersesat atau berusaha mencari. Mungkin yang bisa kuberikan padanya hanya cahaya kecil, sekecil kunang – kunang yang hanya terbang sendirian. Namun kuharap cahayaku cukup berguna baginya di saat – saat tergelap dalam hidupnya...


Kadang aku takut, karena aku hampir melupakan suaranya, caranya tertawa, caranya berjalan, dan bagaimana rasa kehadirannya. Kadang, aku mendengarnya memanggil namaku hingga kukira aku gila. Beberapa hal aneh selalu saja terjadi. Pernah suatu hari, kukira aku melihatnya tengah tertidur di ruang baca. Aku masuk dengan perasaan yang tak terlukiskan, namun ternyata itu hanya ilusi.


Namun, satu hal yang membuatku yakin, di saat kami bertemu lagi, itu akan menjadi hari yang jauh lebih baik. Aku bisa melihatnya tersenyum lebar, melangkah tanpa rasa takut. Kurasa hari itu akan menjadi hari yang paling kunantikan sepanjang hidupku. Terbanglah Beraja, temukan tempatmu untuk berlabuh...lalu kembalilah jika kau mulai merasa lelah, jika kau membutuhkan pundak untuk bersandar, jika kau membutuhkan cahaya kecilku...